Rabu, 28 Agustus 2013

Bioteknologi


Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, jamur, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan.
Kemajuan bioteknologi di dunia sangat pesat sehingga dipercaya sebagai gelombang baru ekonomi dunia setelah teknologi informasi. Bioteknologi modern lahir tahun 1970 dan mengalami revolusi karena perubahan paradigma pemanfaatan materi hayati dari tingkat seluler ke tingkat molekuler. Perkembangan mulai dari rekayasa genetika, rekayasa protein sampai rekayasa jaringan semua didasari oleh teknologi yang berdasar pada pengetahuan biologi molekuler tadi. Indonesia memulai pengembangan bioteknologi tahun 1985 dan terus berkembang sampai sekarang dengan penguasaan utama bidang pertanian. Dengan semakin banyaknya sektor industri di Indonesia yang ikut masuk ke bioteknologi selain yang sudah ada yaitu pertanian dan ditambah sekarang dengan farmasi, kosmetika dan pangan, maka peluang bioteknologi di Indonesia semakin besar di masa datang. Penyediaan SDM bioteknologi Indonesia menjadi lebih penting dirasakan oleh karena itu.

1. Pendahuluan
Bioteknologi, sering didengar tapi mungkin jarang dirasakan manfaatnya di Indonesia. Bila pun pernah diketahui, produk bioteknologi modern seperti kapas transgenik tahan hama yang ditanam secara terbatas di Sulawesi Selatan beberapa tahun lalu, justru mendatangkan protes akan keselamatan lingkungannya oleh sebagian masyarakat. Sementara berita yang didengar di luar negeri, bioteknologi adalah teknologi masa depan [1]. Gelombang kedua ekonomi dunia setelah teknologi informasi. Bagaimana bisa?

2. Memahami Bioteknologi
Bioteknologi adalah ilmu tua yang menjadi muda berkat sebuah revolusi ilmu pengetahuan. Sudah sejak 8000 tahun yang lalu, bangsa Mesir kuno menggunakan sejenis mikroba yeast Saccharomyces atau ragi untuk pembuatan roti dan minuman anggur [2]. Ragi itu merubah gula dalam cairan anggur menjadi alkohol. Dalam adonan roti, gelembung gas yang dihasilkan dalam proses fermentasi, membuat roti jadi empuk sehingga enak dimakan. Penggunaan mikroba lainnya dikenal dalam pembuatan keju seperti jenis Roquefort, Gorgonzala, Brie dan yang mungkin lebih terkenal, jenis Camembert di pusat pembuatan keju dunia yaitu Swiss. Di sini mikroba mold Penicillum roqueforti atau kapang berperan merubah komposisi susu menjadi berbagai aroma dan warna. Lebih dekat kepada kita, nenek moyang bangsa Indonesia telah menggunakan kapang yang lain yaitu Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai. Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk tujuan pangan. Sehingga ilmu tua bioteknologi adalah penggunaan jasad renik atau makhluk hidup secara umum pada tingkat sel atau disebut seluler [3].
Bioteknologi modern lahir pada tahun 1970-an dengan munculnya teknologi DNA rekombinan. Istilah DNA rekombinan mungkin sudah pernah didengar tapi samar-samar maknanya. Ilmuwan dari Universitas Kalifornia di San Fransisco (UCSF) bernama Herbert Boyer berhasil mengembangkan teknologi canggih untuk dapat memotong rantai DNA lalu menyambungnya lagi. Tetapi karena materi DNA berukuran sangat kecil, hal ini tidak dapat dibuktikan dengan melihat langsung karena jumlahnya juga sangat sedikit. Masih dari daerah yang sama yaitu propinsi Kalifornia-AS, seorang ilmuwan lain dari Universitas Stanford bernama Stanley Cohen menemukan cara bagaimana memasukkan materi DNA berbentuk lingkaran atau plasmid ke dalam sel. Walau tinggal berjarak hanya 60 km saja, keduanya tidak pernah bisa bertemu sehingga dapat menyatukan teknologi yang dimilikinya itu. Sampai akhirnya pada tahun 1972, keduanya bertemu di sebuah pertemuan ilmiah, ribuan kilometer dari tempat mereka tinggal dan bekerja di Kalifornia, yaitu di Hawaii. DNA yang sudah disambung lagi dengan teknologi Boyer dapat diperbanyak dengan memasukkan ke dalam sel bakteri dengan teknologi Cohen. Karena bakteri berkembang biak sangat cepat, DNA yang telah dimasukkan pun jadi banyak dalam waktu singkat, sehingga dapat dicek keberadaannya dengan mudah [4]. Inilah inti dari teknologi DNA rekombinan.
Teknologi saja tidak bermakna ekonomi tanpa ada satu kegunaan. Biasanya bukan ilmuwan yang punya gagasan ekonomi tapi usahawan [5]. Untungnya seorang pebisnis yang juga tinggal di Kalifornia bernama Robert Swanson mendengar keberhasilan dua ilmuwan itu yang tidak pernah dipublikasikan di koran tapi hanya di jurnal ilmiah saja dan melihat peluang bisnis yang besar. Peluang bisnis apa sebenarnya yang ada? Insulin adalah hormon berbentuk protein yang sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kadar gula/glukosa dalam darah. Sistem pengaturan yang rusak, menyebabkan manusia menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM). Penderita DM harus secara rutin menyuntikkan insulin ke dalam tubuhnya karena sudah tidak bisa memproduksi sendiri. Dari mana datangnya insulin itu? Dari pankreas sapi. Untuk itu perusahaan farmasi dunia selama ini harus mengumpulkan ribuan sapi hanya untuk mendapatkan sekian mg insulin bagi penderita DM. Karena insulin adalah protein dan protein dibuat dengan informasi dari DNA, maka pengusaha Swanson melihat kemungkinan membuat insulin rekombinan dengan bakteri yang telah direkayasa genetika menggunakan teknologi temuan Cohen dan Boyer itu. Maka lahirlah pada tahun 1976, masih juga di Kalifornia, perusahaan bioteknologi modern pertama di dunia yaitu Genentech (singkatan dari Genetich Engineering Technology) yang memproduksi protein-protein rekombinan seperti insulin, hormon pertumbuhan, dll [6].

DNA dan protein yang kita dengar di atas adalah dua dari empat molekul biologi penyusun sel. Dua lainnya adalah karbohidrat dengan contoh yang sudah disebutkan adalah glukosa, selain itu juga sukrosa yang menjadi komponen utama gula manis dan satu lagi adalah lipid atau minyak. Pengunaan molekul-molekul biologi itu, bahkan sampai kepada kemampuan memanipulasi atau merekayasa adalah revolusi teknologi yang menyebabkan lahirnya bioteknologi modern. Jadi ada perubahaan dalam bioteknologi tua menjadi bioteknologi modern yaitu perubahan penggunaan materi hayati dari tingkat sel atau seluler ke tingkat molekul atau molekuler.
Teknologi DNA rekombinan bukanlah satu-satunya tetapi memang adalah tonggak utama dari lahirnya bioteknologi modern. Beberapa tonggak penting lainnya dimulai dari penemuan fenomena pewarisan sifat oleh Gregor Mendel (tahun 1866), keyakinan bahwa materi genetik adalah DNA oleh Oswald Avery (1944), dugaan struktur double helix DNA oleh Watson dan Crick (1953), penemuan mRNA oleh Monod dan Jacob (1961), pengungkapan kode genetik oleh Khorana dan Nirernberg (1966), inovasi teknologi hibridoma oleh Milstein dan Kohler (1974), pengembangan teknologi pembacaan sekuen DNA oleh Maxam dan Gilbert (1977) sampai penemuan teknologi penggandaan DNA, PCR oleh Karry Mullis (1983). Semua ini biasanya tercakup dalam kuliah biologi molekuler yang memang menjadi fondasi dari bioteknologi modern [7].


3. Perkembangan Bioteknologi

Perkembangan bioteknologi setelah lebih dari 30 tahun diawali dengan teknologi rekayasa genetika ini menjadi semakin cepat. Dalam dogma sentral atau pemahaman dasar ilmu biologi diketahui bahwa cetak biru kehidupan DNA menyimpan informasi yang pemanfaatannya dilakukan melalui perubahan informasi itu ke materi baru yaitu RNA. Proses ini disebut transformasi. Selanjutnya RNA juga dirubah informasinya ke dalam materi akhir yaitu protein dalam proses translasi. Dari alur informasi dalam dogma sentral itu bisa dipahami bahwa rekayasa DNA/genetika membawa implikasi pada perubahan RNA sebagai materi pertengahan maupun kepada protein sebagai produk akhir. Hanya sepuluh tahun dari lahirnya rekayasa genetika/teknologi DNA rekombinan, lahirlah teknologi baru dalam kancah bioteknologi yaitu rekayasa protein [8]. Rekayasa protein saat ini menjadi andalah bioteknologi modern karena produk-produk bioteknologi yang beredar luas di masyarakat umumnya berbentuk protein seperti obat-obat dari jenis hormon, antibodi sampai alat-alat diagnosa penyakit untuk aplikasi kedokteran/kesehatan maupun untuk aplikasi pangan seperti protein BMP/bone morphological protein dalam susu bubuk bahkan ke kosmetika seperti collagen dalam shampoo dan protease dalam pasta gigi.

Penemuan bahwa RNA juga dapat memiliki aktivitas enzimatik seperti enzim yaitu ribozyme melahirkan teknologi baru dalam bioteknologi yaitu rekayasa RNA. Walaupun belum semaju teknologi rekayasa genetika dan rekayasa protein karena materi RNA umumnya mudah hancur dan berumur pendek, perkembangan teknologi rekayasa RNA semakin jadi perhatian. Misalnya penggunaan teknologi RNA interference untuk mematikan fungsi gen tertentu terbukti lebih efektif daripada pematian gen pada tingkat DNA menggunakan teknologi knock-out gen misalnya.

Yang lebih menghebohkan sekarang adalah lahirnya teknologi kloning. Teknologi kloning dapat dibagi menjadi dua yaitu teknologi kloning terapi dan teknologi kloning reproduksi . Teknologi kloning terapi yang legal dan didukung semua negara karena manfaatnya untuk membuat jaringan dan organ sebagai ganti dalam pencangkokan jaringan atau organ yang rusak. Sementara teknologi kloning reproduksi ditentang dunia termasuk PBB karena bertujuan membuat individu baru serupa yang berakibat sosial luas. Teknologi kloning terapi semakin menjadi kenyataan setelah ilmuwan Korea Selatan baru-baru ini berhasil membuat sel syaraf, sel pembuluh darah dan sel kulit yang dapat menggantikan sel-sel rusak seperti pada penderita Parkinson contohnya Muhammad Ali petinju dan Michael J. Fox artis film Back to the Future yang sel syaraf otaknya mati sehingga menjadi pikun dan tidak dapat beraktifitas normal [10]. Untuk kedepannya, sel-sel itu perlu dibentuk menjadi jaringan atau kumpulan sel dengan fungsi sama seperti jaringan kulit, jaringan tulang rawan dll. Cangkok jaringan ini yang sebenarnya lebih banyak diperlukan karena umumnya bagian tubuh yang berada di luar, lebih peka terhadap penolakan dalam pencangkokan. Misalnya penderita luka bakar hanya dapat menerima kulit dari tubuhnya sendiri tidak dapat dari donor lain. Rekayasa jaringan adalah teknologi dalam bioteknologi yang dimulai tahun 1987 oleh ilmuwan MIT yaitu Langer dan Vacanti untuk membuat jaringan-jaringan baru dengan tujuan transplantasi/pencangkokan [6]. Menggunakan polimer biodegradable dalam media pembiakkan khusus, dibuat cetakan yang mirip dengan jaringan baru yang akan dibentuk. Selanjutnya ditanamkan ke dalam cetakan itu sel-sel yang menjadi tunas lalu dibiakkan sampai menjadi jaringan yang sempurna. Menggunakan teknologi rekayasa jaringan, jaringan manusia yang paling rumit yaitu jaringan tulang rawan pembentuk telinga telah berhasil dibuat dan ditanamkan di atas punggung tikus telanjang/nude mouse yang telah dimatikan sistem kekebalannya. Telinga tersebut sama sekali tidak ditolak oleh tubuh tikus dan menempel dengan sempurna. Inilah kemenangan teknologi jaringan yang banyak dinanti pasien transplantasi, bukan untuk menyakiti hewan.


4. Perkembangan Bioteknologi sebagai Ilmu di Indonesia

Kurang lebih 15 tahun yaitu tahun 1985, pemerintah Indonesia telah menjadikan bioteknologi sebagai prioritas pengembangan iptek yang dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (RISTEK) [11]. Selanjutnya sejak tahun 1988, bioteknologi sudah masuk dalam REPELITA juga sebagai prioritas pembangunan khususnya bidang iptek. Perkembangan terbaru dari sisi kebijakan/aturan pemerintah yaitu pada tahun 2000 lalu, bioteknologi juga muncul sebagai bidang prioritas dalam Jakstra Ipteknas yang dilanjutkan dengan Renstra Ipteknas.

Dalam implementasi/penerapan dari kebijakan itu, pada tahun 1990 mulai dipikirkan pembentukan SDM bioteknologi yaitu dengan pembentukan PAU atau Pusat Antar Universitas bidang bioteknologi di UGM bidang bioteknologi kedokteran, ITB bidang bioteknologi industri dan IPB bidang bioteknologi pertanian. Kerjasama antar lembaga pendidikan dan penelitian pemerintah juga mulai digesa dengan penunjukan pusat pengembangan atau center of excellence dengan tiga bidang utama yaitu bioteknologi pertanian dengan anggota PAU Bioteknologi IPB, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, bioteknologi kedokteran dengan anggota UI/Lembaga Biologi Molekul Eijkman dengan PAU Bioteknologi UGM dan bioteknologi industri dengan anggota PAU Bioteknologi ITB dan BPPT. PAU-PAU di universitas juga ditugaskan untuk mencetak SDM bioteknologi dengan pembentukan program studi pasca sarjana S-2 dan S-3 bioteknologi. Riset tanpa dana, menjadi tak bermakna. Maka sejak tahun 1992 dana riset kompetitif terbesar di Indonesia yaitu RUT/Riset Unggulan Terpadu yang dikoordinasi oleh RISTEK dan diemban pelaksanaan administrasinya oleh LIPI, memasukkan bioteknologi sebagai salah satu program tersendiri yang dibiayai. Selain RUT ada pula skema dana kompetitif serupa yaitu RUTI/untuk tingkat internasional dan RUK/kemitraaan untuk kerjasama lembaga riset dengan swasta. Usaha-usaha antara pemerintah menggandeng swasta ini membuahkan hasil antara lain berdirinya Konsorsium Bioteknologi Indonesia/KBI dengan anggota lembaga pemerintah, penelitian, pendidikan dan swasta industri farmasi dan pangan khususnya. Selain beberapa lembaga yang telah disebut di atas, lembaga pemerintah yang aktif mengembangkan bioteknologi lainnya adalah departemen teknis yaitu Departemen Pertanian lewat Badan Penelitian dan Pengembangannya seperti Badan Litbang Bioteknologi Pertanian dan Sumber Daya Genetik Pertanian (Balitbiogen) yang berkantor di Bogor.

Himpunan bioteknologi juga mulai bermunculan baik yang formal atau non-formal misalnya Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia, Jaringan Peneliti Bioteknologi Indonesia, dsb. Tak kurang pula jurnal-jurnal baik yang spesifik maupun yang lebih luas seperti Indonesian Journal of Biotechnology yang berkantor di PAU Bioteknologi-UGM, sekarang berganti nama menjadi Pusat Studi Bioteknologi-UGM, dsb.
Upaya terakhir pemerintah untuk mendorong kemajuan bioteknologi Indonesia adalah rencana pembentukan lokasi khusus di pulau Rempang, berdekatang dengan pulau Batam, sebagai wilayah khusus pengembangan dan komersialiasasi bioteknologi farmasi dan pertanian [12,13]. Usaha ini dikenal dengan istilah bio-island.

5. Perkembangan Bioteknologi Industri/Bioindustri di Indonesia

Apabila perkembangan bioteknologi secara keilmuwan di Indonesia kuat khususnya di bidang pertanian, perkembangan industri/bioindustri Indonesia justru sebaliknya. Seperti contoh di pendahuluan, bioteknologi pertanian dengan pemanfaatan tanaman transgenik oleh perusahaan seperti Monsanto/Monagro Kimia, banyak mendapat tantangan. Sehingga pemanfaatan bioteknologi pertanian kita masih bersandar pada bioteknologi tingkat tua yaitu pemanfaatan pada tingkat seluler bukan molekuler. Contohnya adalah industri kultur jaringan yang berkembang baik dalam industri kehutanan dengan kebutuhan penyediaan bibit tanaman untuk reboisasi maupun untuk estetika seperti bunga-buga untuk pajangan seperti anggrek, dsb. Kultur jaringan adalah pembuatan bibit dan perbanyakannya menggunakan permainan komposisi media. Yang digunakan bisa segala sumber organ tumbuhan mulai dari biji, daun, tunas, dsb jadi lebih luas dari teknologi pembibitan konvensial dengan stek. Yang dimanipulasi adalah sel penyusun organ itu untuk berubah menjadi tanaman sempurna melalui hormon-hormon dalam media yang digunakan. Jadi ini adalah bioteknologi tingkat tua, bukan bioteknologi modern.

Bioteknologi pangan, cukup berkembang dengan baik walau belum tereksploitasi secara optimal. Misalnya komposisi kecap yang membedakan rasa, warna dan bau/flavor sangat dipengaruhi oleh jenis kedelai sebagai bahan baku dan juga mikroba yang digunakan. Sementara ini semua masih dilakukan secara tradisional walau secara penelitian sudah ada yang mulai mengarah pada pemanfaatan flavor-nya. Demikian pula berbagai buah dan produk pertanian untuk pangan baik sebagai perasa seperti vanili maupun pewarna dan bau yang banyak dieksploitasi oleh industri flavor Eropa dan Amerika di Indonesia, juga makin merasakan pentingnya bioteknologi modern. Selain flavor, kebutuhan yang besar adalah enzim dan protein yang banyak digunakan dalam proses pembuatan produk pangan seperti enzim protease, enzim lipase, dsb. Tak terkecuali dengan pemanfaatan baru di kosmetik dan kebersihan seperti munculnya pasta gigi yang mengurangi detergen dengan mengganti protease, shampoo dengan komposisi protein collagen, dll.

Sektor industri yang semakin besar cakupan penggunaan bioteknologinya di Indonesia adalah industri farmasi. Mungkin hal ini tidak terlalu didengar karena sebagian besar komponen industri farmasi masih impor dan produk-produk obat untuk bioteknologi masih dinikmati oleh kalangan berpunya di kota besar saja. Obat-obat untuk pengobatan dan pendukung terapi kanker misalnya, seperti hormon eritropoietin, hormon growth colony, stimulting factor, antibodi spesifik, dsb adalah contoh-contoh obat yang sekali suntik sekian juta rupiah harganya. Kalau obat resep seperti disebutkan, tidak pernah diiklankan di media massa, tapi alat kedokteran untuk diagnosa bisa diamati. Misalnya alat diagnosa penyakit DM yang harus mengukur kadar gula darahnya secara teratur menggunakan alat pengukur gula darah, sudah mulai diiklankan di media massa cetak nasional sejak beberapa tahun terakhir [14]. Komponen utama dalam perangkat elektronik ini adalah enzim yang mengubah molekul glukosa menjadi sinyal elektronik.

Perusahaan farmasi nasional baik yang BUMN seperti PT Kimia Farma, Tbk dan PT Kalbe Farma juga mulai melirik kebutuhan produk obat bioteknologi. PT Kimia Farma menggandeng LIPI dan lembaga riset Jerman, Fraunhofer untuk mengembangkan teknologi produksi obat-obat berbasis protein yang labih murah dengan teknologi molecular farming [15]. PT Kalbe Farma menggandeng lembaga riset Kuba dan Eropa dengan membentuk anak perusahaan bernama Innogen yang berkantor di Singapura.

6. Prospek dan Tantangan

Dengan uraian di atas, prospek perkembangan bioteknologi di Indonesia terlihat semakin jelas. Pertama, untuk pendidikan S-1, bioteknologi tidak harus berarti memiliki pengalaman eksperimen rekayasa genetika. Karena fondasi bioteknologi adalah pemanfaatan molekul biologi baik DNA, protein, dst. Maka pengalaman eksperimen biokimia mulai dari isolasi protein/enzim dan karakterisasinya juga penting. Termasuk juga tingkatan bioteknologi tua seperti pemanfaatan sel untuk bioreaktor, kultur jaringan dsb juga penting. Pengalaman di tingkat S-1 bisa ditingkatkan dengan ke tingkat S-2 dan S-3 untuk penguasaan materi bioteknologi yang lebih dalam dan luas. Penelitian bioteknologi bisa dilakukan pada umumnya di lembaga penelitian Indonesia sendiri yang sudah mengarah ke bioteknologi modern seperti LIPI, Eijkman, Balitbiogen, dan sebagainya.

Dengan mulai masuknya industri farmasi ke ranah bioteknologi, maka peluang memasuki lapangan kerja dengan keahlian bioteknologi semakin besar selain yang sudah ada selama ini untuk industri pangan dan pertanian. Termasuk yang baru adalah industri kosmetika yang juga maju pesat. Lembaga pemerintah terkait produk obat dan pangan yaitu Badan POM dalam penerimaan pegawai tahun 2005 juga mulai mencari alumni bioteknologi yang menunjukkan semakin banyaknya produk obat, termasuk vaksin dan pangan yang berbasis bioteknologi.

Tantangan terbesar adalah penyediaan SDM terampil dan berwawasan bioteknologi luas. Umumnya bioteknologi di Indonesia berlandaskan bidang keilmuwan pertanian atau ilmu alam baik biologi atau kimia. Sedikit seperti di UI ada yang berbasis kedokteran. Di luar negeri, negara maju seperti Jepang, bioteknologi bisa saja berbasis keteknikan. Bahkan negara berkembang sekalipun seperti Malaysia, beberapa universitasnya juga memiliki departemen bioteknologi berbasis pertanian dan teknik sekaligus. Semakin besarnya kebutuhan di Indonesia belum diikuti dengan penyediaan SDM bioteknologi yang mumpuni tersebut. Saat ini tidak dipungkiri, para ilmuwan peneliti dan doktor bioteknologi Indonesia masih sebagian besar almuni LN. Jadi merupakan tantangan besar melahirkan SDM produk DN yang lebih tahu kondisi dan permasalah lokal.


Daftar Pustaka
  • Arief B. Witarto. 2005. Bioteknologi, sebuah gelombang ekonomi baru. Harian Bisnis Indonesia, 14 Juni 2005.
  • Informasi dari Microsoft Encarta versi 2004
  • Arief B. Witarto. 2005. Pengantar bioteknologi. Ceramah undangan di Fakultas Peternakan-UGM, Yogyakarta, 5 Februari 2005.
  • Arief B. Witarto. 2004. Bioteknologi siapa takut? Ceramah undangan di SMA Negeri 1 Depok, Depok, 20 Februari 2004.
  • Arief B. Witarto. 2004. Mengenal lebih jauh bioteknologi. Ceramah undangan di Pelatihan Bioteknologi untuk Profesi Kedokteran di RS Kanker Dharmais, Jakarta, 27 September 2004.
  • Arief B. Witarto. 2003. Bioteknologi kedokteran: Dari rekayasa genetika sampai rekayasa jaringan. Ceramah undangan di Seminar Kesehatan dan Kloning di Fakultas Kesehatan Masyarakat-UI, Depok, 14 Juni 2003.
  • Arief B. Witarto. 2004. Rekayasa genetika. Materi kuliah pasca sarjana S-2 Kimia peminatan bioteknologi di Jurusan Kimia, FMIPA-UI, Depok, semester ganjil 2004
  • Arief B. Witarto. 2003. Bermain dengan protein. Harian Kompas, 21 November 2003.
  • Arief B. Witarto. 2002. Kloning anak manusia dan bisnis. Harian Kompas, 21 April 2002.
  • Arief B. Witarto. 2005. Kloning terapi makin jadi kenyataan. Harian Kompas, 17 Juni 2005.
  • Arief B. Witarto. 2001. Current state of Indonesian biotechnology and its prospect in global market era. Ceramah undangan di 5th Symposium on Agricultural and Biochemical Engineering, University of Tokyo, Tokyo-Jepang, 11 Maret 2001.
  • Arief B. Witarto. 2003. Bio-island: Mengembangkan bioteknologi kenapa harus mengucilkan diri? Harian Suara Pembaruan, 31 Oktober 2003.
  • Arief B. Witarto. 2004. Menghidupkan bio-island. Portal Berita Iptek, 6 Desember 2004.
  • Arief B. Witarto. 2003. Membedah alat pengukur gula darah. Harian Kompas, 7 Oktober 2003.
  • Arief B. Witarto. 2003. Bertani protein. Harian Kompas, 14 April 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar